Free submitter ! Bookmark Indonesia

Jumat, 20 Mei 2016

Asuhan Keperawatan pada Efusi Pleura

Diposkan oleh Jamalis
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A.   Konsep Dasar
1.    Defenisi
            Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengacam jiwa penderita.
(Soeparman, 1990, Hal 786)

2.    Anatomi Fisiologi

 
Gambar. Gangguan pada pleura fibrothoraks akibat organisasi eksudat yang mengalami peradangan dan efusi pleura

            Paru-paru yang merupakan sebuah organ tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaan lebih kurang 90 mm2.  Pada lapisan inilah terjadi pertukaran, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 (paru-paru kiri dan kanan)
           Besarnya daya muat udara paru-paru 4.500 ml – 5.000 ml. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus, yaitu: lobus pulmo dextra superior, lobus media dan lobus inferior. Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
               Letak paru-paru pada rongga dada menghadap ke tengah rongga dada kavum medistinum. Pada bagian ini terdapat tampuk paru-paru atau hilus pada medistinum dan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
          Pleura dibagi menjadi 2 bagian:
a.    Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.
b.    Pleura parietal selaput yang melapisi rongga dada sebelah antara kedua pleura ini terdapat pada rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal kavum pleura ini vkum / hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan (pleura) menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada di waktu bernafas bergerak.

3.    Etiologi
            Kemungkinan penyebab dari efusi pleura adalah sama dengan penyebab edema pada jaringan lain yaitu penghambatan drainase limfatik dari rogga pleura, gagal jantung menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudat cairan yang berlebihan ke rongga pleura, sangat menurunkan tekanan osmotik kolois plasma. Jadi dapat juga memungkinkan transudisi cairan yang berlebihan dan infeksi atau setiap penyebab perasangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura yang memegahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliha protein plasma ke rongga secara tepat.
(Sylvia Auderson Price, 1992)
            Secara garis besar etiologi efusi pleura yaitu:
a.    Adanya hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada kompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor medistinum, sindrom mameig (tumor ovarium) dan srndrom vena kava superior
b.    Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (TBC), abses amuba, subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan ke darah dan karena trauma.

4.    Patofisiologi
            Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut karena biasanya disana hanya terdapat sedikit (10 – 20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis  serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit itu merupakan pelumas antara kedua pleura sehingga mereka mudah bergeser satu sama lain dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini terisi dengan beberapa liter cairan atau udara. Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura dan selanjutnya keluar dari dalam jumlah yang sama melalui membran pleura vasetolis melalui sistem limfatik dan vasculer pergerakan cairan dari pleura. Parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekaan koloid osmotic cairan kebanyakan di absorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorbsi sistem kapiler pulmonal.
  
5.    Tanda Dan Gejala
            Sesak nafas, rasa berat pada dada serta keluhan gejala lain penyakit dasarnya yaitu bising jantung (payah jantung) lemas, yang progresif disertai BB menurun. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok, demam subfebril pada TBC, demam menggigil (pada emfisema).

6.    Pemeriksaan Diagnostik
a.    Pemeriksaan fisik
Suara nafas berkurang pada daerah efusi fremitus tidak ada.

b.    Pemeriksaan radiologis
Tampak cairan > 300 ml putih komptet pada area yang sakit obstruksi diafragma sebagian.

c.    Biopsi pleura
Jaringan pleura dapat menunjukkan 50 – 75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura.

d.    Pewarnaan gram
Untuk mengetahui terdapat bakteri.

7.    Penatalaksanaan
a.    Lakukan aspirasi cairan pleura
·         Posisi pasien semi fowler atau berbaring pada sisi yang sehat dari lengan sisi yang sebelah lagi diangkat ke atas kepala.
·         Tentukan lokasi pipa yang akan dipasang
o   Dinding depa pada kanan iga II digaris mid klavikula
o   Pada hemitoraks kanan disela iga VI – VII garis aksilaposterior dan hemitoraks kiri di sela iga ke VII - VIII
·         Lakukan teknik aseptik
·         Berikan aastesi lokal
·         Dengan klem dibuat pemotongan di atas tepi iga sampai menembus pleura dan demikian udara dan cairan akan meyemprot keluar
·         Masukkan pipa berukuran 36 – 40 dan untuk mengeluarkan darah dan nanah
·         Hubungkan pipa dengan botol yang sudah diberi penyekat air
·         Luka dijahit dan pipa difiksasi ke kulit
b.    Berikan antibiotik
Berikan amoxillin 500 mg 3 x 1
c.    Penatalaksanaan cairan / pemberian IVF D: RL / Dex
d.    Berikan diet TKTP
Mis: daging, telur, tempe
Hindari pemberian makanan yang mengandung garam berlebih
e.    Tirah baring
Posisi miring semi fowler untuk memungkinakn ekspansi paru
f.     Pemberian O2






BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Pengkajian
a.    Biodata
Yang meliputi identitas px dan identitas penanggung jawab.

b.    Riwayat kesehatan sekarang
Sesak nafas, bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar di atas bagian yang terkena, nyeri dada setempat, keletihan serta batuk, peningkatan suhu tubuh.

c.    Riwayat kesehatan masa lalu
Pernah mengalami tuberkulosis, serosis hepalis yang menyebabkan efusi pleura.

d.    Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

e.    Kebiasaan sehari-hari
·         Nutrisi
Pemasukan nutrisi tidak adekuat
·         Tidur
Adanya kesulitan atau gangguan pola tidur karena sesak nafas, batuk dan adanya pemasngan WSD
·         Psikologi
Px mengalami kegelisahan karena proses penyakitnya, sesak nafas dan pemasangan WSD


f.     Pemeriksaan fisik
·         Tanda-tanda vital
Pernafasan meningkat dari normal (20 x/i), suhu tubuh meningkat karena adanya bakteri / mikroorganisme, pols cepat dan lemah
·         Head to toe
Kelopak mata sembab, berbicara seperti kecapean (lambat) dan perlahan-lahan,s esak nafas, ekspansi dada asimetris dan adanya batuk

g.    Pemeriksaan laboratorium
·         Sinar X dada: menyatakan hiperinflasi paru-paru
·         Tes fungsi paru: menentukan penyebab dispnea
·         Sputum: menentukan adanya infeksi
·         Torasintesis: membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis dan menghilangkan dispnea

2.    Diagnosa Keperawatan
a.    DX I
Tidak efektif jalan nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Intervensi:
·         Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas
·         Kaji frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi
·         Kaji px untuk posisi yang nyaman
·         Pertahankan polusi lingkungan minimum



Rasional:
·         Untuk mengetahui berapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas
·         Untuk mengetahui takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress / adanya proses infeksi akut
·         Untuk mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi
·         Untuk mencegah pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut

Implementasi:
·         Mengauskultasi bunyi nafas, mencatat adanya bunyi nafas
·         Mengkaji frekuensi pernafasan, mencatat rasio inspirasi / ekspirasi
·         Mengkaji px untuk posisi yang nyaman
·         Mempertahankan polusi lingkungan minimum

b.    DX II
Resiko tinggi terhadap infeksi

Intervensi:
·         Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat
·         Observasi warna, karakter, bau sputum
·         Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi

Rasional:
·         Untuk meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi paru
·         Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adaya infeksi paru
·         Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius

Implementasi:
·         Mengkaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat
·         Mengobservasi warna, karakter, bau sputum
·         Mengawasi pengunjung, memberikan masker sesuai indikasi

c.    DX III
Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi

Intervensi:
·         Jelaskan proses penyakit individu, dorong px / orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan
·         Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum
·         Diskusikan diagnosa, recana / terapi saat ini dan hasil yang diharapkan

Rasional:
·         Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
·         Membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil
·         Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah


Implementasi:
·         Menjelaskan proses penyakit individu. Mendorong px / orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan
·         Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum
·         Diskusikan diagnosa, rencana / terapi saat ini dan hasil yang diharapkan

3.   Evaluasi
·         Px mempertahankan pola pernafasan yang efektif
·         Otot wajah rileks, nyeri tidak ada,s edikit menggunakan analgetik, peningkatan volume inspirasi pada spirometer insentif
·         Px dapat melakukan aktivitas sehari-hari
·         Bunyi nafas bersih pada kedua paru
·         Suhu normal, kadar leukosit normal, luka sembuh setelah selang dada diangkat
·         Px menunjukkan strategi koping / keterampilan pemecahan masalah













DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, Vol 2.
Doenges E. marilynn, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arief, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, 2001, Media Aesculapius, Fakultas kedokteran, Jakarta.
Soeparman dan Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, 1990, Balai Penerbit FKUI,Jakarta

0 komentar: